EDUSAHAM.COM — JII (Jakarta Islamic Index) merupakan salah satu indeks saham yang terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia) dan termasuk daftar saham syariah. Ya, hanya ada dua indeks saham berbasis syariah yang ada di BEI, yaitu JII dan ISSI (Indeks Saham Syariah Indonesia). Jadi, JII dan ISSI ini sebenarnya memiliki persamaan dan perbedaan. Selengkapnya bisa Anda baca di sini: Persamaan dan Perbedaan antara JII dan ISSI.
Bagi Anda yang membutuhkan perusahaan apa saja yang masuk ke dalam daftar saham syariah JII (Jakarta Islamic Index), berikut tim edusaham berikan data-datanya di bawah ini. Silakan klik “download”.
Perusahaan yang Terdaftar di JII 2018
- Daftar Saham JII Periode Juni 2018 – November 2018 (download)
- Daftar Saham JII Periode Desember 2018 – Mei 2019 (download)
Arsip Saham JII Tahun Lainnya:
Mungkin Anda bertanya-tanya, apa saja kriteria yang mesti dipenuhi oleh suatu emiten agar dapat tergolong ke dalam daftar saham syariah JII (Jakarta Islamic Index)? Nah, khusus untuk kriteria JII, itu telah ditetapkan oleh BEI. Untuk lebih lengkap, berikut kategori perusahaan yang bisa terdaftar di JII.
- Saham syariah yang terdaftar di
ISSI sebagai konstituen selama enam bulan terakhir. - Saham syariah yang masuk kriteria 60 saham dengan kapitalisasi pasar tertinggi selama satu tahun terakhir.
- Dari 60 saham syariah yang memenuhi kriteria, maka ada dilakukan penyaringan kembali dan dipilih 30 saham syariah yang mempunyai nilai rata-rata transaksi harian paling
tinggi di pasar reguler. - Kemudian, 30 saham syariah yang terpilih akan menjadi bagian dari daftar saham syariah di JII.
Itulah indikator atau kriteria yang wajib dipenuhi agar suatu perusahaan bisa terdaftar di JII (Jakarta Islamic Index). Namun, secara umum, ada beberapa kriteria agar suatu perusahaan dapat dikategorikan sebagai saham syariah.
1. Bergerak di Bisnis yang Tidak Berlawanan dengan Syariat
Ini wajib dipenuhi oleh setiap emiten yang terdaftar sebagai saham syariah. Emiten mesti jauh dari praktik bisnis yang haram (bertentangan dengan syariat). Jika misalnya suatu perusahaan di awal menjalankan praktik bisnis yang halal, kemudian berubah haluan menjalankan praktik bisnis yang haram, maka secara otomatis perusahaan tersebut akan dikeluarkan dari daftar saham syariah.
Anda bisa membayangkan sendiri bisnis seperti apa yang dilarang dalam syariat Islam. Misalnya, bisnis produksi daging babi, minuman keras, jasa film pornografi, perjudian (gambling), jasa keuangan konvensional (riba), dan sebagainya.
2.Rasio Keuangan yang Sesuai Standar
Jadi, setiap emiten yang ingin masuk ke dalam saham syariah, mesti memenuhi standar atau ketentuan mengenai rasio keuangan. Sebagai contoh, rasio keuangan DER (Debt to Equity Ratio) atau disebut juga rasio utang terhadap modal. Nah, rasio DER ini tidak boleh lebih besar dari 45%.
Tidak hanya itu, pendapatan perusahaan dari hasil penjualan yang tergolong “tidak halal” tidak boleh melampaui 10% dari jumlah pendapatan perusahaan secara keseluruhan. Kalau pendapatan perusahaan Rp 1 Miliar, maka maksimal pendapatan “tidak halal” adalah Rp 100 juta. Itu ketentuannya.
3. Terdaftar dalam DES (Daftar Efek Syariah)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai pengawas pasar modal, menerbitkan apa yang disebut sebagai DES (Daftar Efek Syariah). Jadi, DES inilah sekumpulan efek yang berbasis syariah (halal). Nah, setiap dua kali setahun DES akan direvisi, artinya ada efek yang keluar dari kategori syariah dan ada juga yang masuk.
Hal ini serupa dengan JII dan ISSI yang juga direvisi dua kali setahun, dan jadwal revisi JII dan ISSI mengikuti jadwal revisi DES, yaitu pada Mei dan November. Mungkin Anda bertanya-tanya, apa ada kriteria saham yang tergolong ke dalam DES? Ada, umumnya terdiri dari dua kriteria (indikator), yaitu sebagai berikut.
- Perusahaan yang dengan tegas menyatakan menjalankan bisnis yang berbasis syariah.
- Perusahaan yang tidak tegas menyatakan menjalankan bisnis secara syariah, tetapi produk yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut dapat dikategorikan layak atau memenuhi syarat sebagai produk syariah.
Nah, itulah tiga kriteria secara umum agar suatu emiten bisa masuk ke dalam daftar saham syariah di ISSI (Indeks Saham Syariah Indonesia). Nah, nantinya, semua perusahaan yang terdaftar di ISSI tersebut disaring kembali menjadi 60 saham syariah terpilih, dan itulah yang masuk ke dalam JII.
Produk investasi syariah menjadi salah satu suatu harapan bagi masyarakat pemodal yang ingin mencari keuntungan secara halal (syariah). Kehadiran saham syariah di pasar modal memang bertujuan untuk mewujudkan harapan dan kebutuhan masyarakat pemodal tersebut. Itulah kenapa di pasar modal ada yang disebut sebagai daftar saham syariah, baik di ISSI maupun di JII.
Selain itu, masyarakat juga bisa berinvestasi di pasar modal syariah. Apa itu? Selengkapnya bisa Anda baca di sini: Semua tentang Pasar Modal Syariah. Namun, pada intinya, produk atau efek syariah ini diharapkan bisa menjadi jawaban atas maraknya investasi atau lembaga keuangan konvensional, yang sebagian besar masyarakat “takut” untuk terlibat di instrumen keuangan konvensional tersebut karena khawatir terkena dosa.
Masyarakat juga tidak bisa disalahkan, khususnya masyarakat Muslim yang memang mempertahankan ideologi dan prinsip syariat yang dianutnya. Jadi, bagi investor atau pemodal yang ragu dengan produk investasi konvensional, maka mereka bisa beralih ke produk investasi syariah yang ada di pasar modal.
Setidaknya, ada dua keuntungan yang akan diperoleh investor dengan berinvestasi di produk syariah. Pertama, investor bisa menjalankan kegiatan transaksi sesuai dengan aturan Islam, dan yang kedua yaitu investor bisa memperoleh keuntungan secara halal.
Inilah penjelasan yang dapat kami sampaikan yaitu mengenai daftar saham syariah JII (Jakarta Islamic Index). Dengan adanya informasi ini, semoga apa yang Anda butuhkan bisa terpenuhi dan jika informasi di artikel edusaham ini bermanfaat, bantu kami untuk menyebarluaskannya, yaitu dengan men-share setiap artikel yang diterbitkan. Terima kasih, semoga sukses.